Saturday, 7 September 2013

Rangkuman Suku Sasak

SUKU SASAK

Suku Sasak adalah sukubangsa yang mendiami pulau Lombok dan menggunakan bahasa Sasak. Sebagian besar suku Sasak beragama Islam, uniknya pada sebagian kecil masyarakat suku Sasak, terdapat praktik agama Islam yang agak berbeda dengan Islam pada umumnya yakni IslamWetu Telu, namun hanya berjumlah sekitar 1% yang melakukan praktek ibadah seperti itu. Ada pula sedikit warga suku Sasak yang menganut kepercayaan pra-Islam yang disebut
dengan nama "sasak Boda".
·         Asal Nama Suku Sasak
Asal nama sasak kemungkinan berasal dari kata sak-sak yang artinya sampan. Dalam Kitab Negara Kertagama kata Sasak disebut menjadi satu dengan Pulau Lombok. Yakni Lombok Sasak Mirah Adhi. Dalam tradisi lisan warga setempat kata sasak dipercaya berasal dari kata "sa'-saq" yang artinya yang satu. Kemudian Lombok berasal dari kata Lomboq yang artinya lurus. Maka jika digabung kata Sa' Saq Lomboq artinya sesuatu yang lurus. banyak juga yang menerjemahkannya sebagai jalan yang lurus. Lombo Mirah Sasak Adi adalah salah satu kutipan dari kakawin Nagarakretagama ( Desawarnana ), sebuah kitab yang mnemuat tentang kekuasaan dan kepemerintahaan kerajaan Majapahit, gubanan Mpu Prapanca. kata "lombok" dalam bahasa kawi berarti lurus atao jujur, "Mirah" berarti permata, "sasak" berarti kenyataan dan "adi" artinya yang baik atau yang utama. Maka Lombok Mirah Sasak Adi berarti kejujuran adalah permata kenyataan yang baik atau utama.
·         Bahasa
Bahasa Sasak, terutama aksaranya, sangat dekat dengan aksara Jawa dan Bali, sama-sama menggunakan sistem aksara Ha Na Ca Ra Ka. Tetapi secara pelafalan, bahasa Sasak lebih dekat dengan Bali. Menurut etnolog yang mengumpulkan semua bahasa di dunia, bahasa Sasak merupakan keluarga dari Austronesian Malayu-Polinesian, campuran Sunda-Sulawesi, dan Bali-Sasak.
Bila diperhatikan secara langsung, bahasa Sasak yang berkembang di Lombok ternyata sangat beragam, baik dialek maupun kosakatanya. Ini sangat unik dan bisa menunjukkan banyaknya pengaruh dalam perkembangannya. Secara umum, bahasa Sasak bisa diklasifikasikan ke dalam: Kuto-Kute (Lombok Utara), Ngeto-Ngete (Lombok Tenggara), Meno-Mene (Lombok Tengah), Ngeno-Ngene (Lombok Tengah), dan Mriak-Mriku (Lombok Selatan).
·         Adat
Adat istiadat suku sasak dapat anda saksikan pada saat resepsi perkawinan, dimana perempuan apabila mereka mau dinikahkan oleh seorang lelaki maka yang perempuan harus dilarikan dulu kerumah keluarganya dari pihak laki laki, ini yang dikenal dengan sebutan merarik atau selarian. Sehari setelah dilarikan maka akan diutus salah seorang untuk memberitahukan kepada pihak keluarga perempuan bahwa anaknya akan dinikahkan oleh seseorang, ini yang disebut dengan mesejati atau semacam pemberitahuan kepada keluarga perempuan. Setalah selesai makan akan diadakan yang disebut dengan nyelabar atau kesepakatan mengenai biaya resepsi.

·         Alat Musik
Gendang Beleq merupakan suatu alat musik tradisional yang telah ada dan menjadi ciri khas Suku Sasak
                                                           
Data Suku Sasak
Jumlah populasi                                               : kurang lebih 3 juta
Kawasan dengan populasi yang signifikan        : Lombok: 2,5 juta.
Bahasa yang digunakan                                   : bahasa Sasak dan bahasa Indonesia.
Agama yang di anut                                        : Islam, Islam Wetu Telu dan sebuah minoritas
                                                                          kecil Hindu-Buddha.
Kelompok etnik terdekat                               : Suku Bali dan penghuni pulau Sumbawa.
·         Struktur Suku Sasak
Masyarakat Sasak dipandang sebagai penduduk asli Pulau Lombok. Mereka mengenal suatu pelapisan atau penggolongan masyarakat. Secara sosial-politik, masyarakat Sasak dapat digolongkan ke dalam dua tingkatan utama, yaitu golongan bangsawan yang lazim disebut perwangsa dan golongan masyarakat kebanyakan yang disebut jajar karang atau bangsa Ama. Golongan perwangsa terbagi atas dua tingkatan, yaitu bangsawan penguasa dan bangsawan rendahan. Para bangsawan penguasa atau perwangsa menggunakan gelar datu. Penyebutan untuk kaum laki-laki golongan ini adalah raden dan perempuan bangsawannya dipanggil denda. Jika kelompok raden telah mencapai usia cukup dewasa dan ditunjuk untuk menggantikan kedudukan ayahnya, mereka berhak memakai gelar datu. Perubahan gelar itu dilakukan setelah melalui upacara tertentu.
·         Rumah
Rumah orang Sasak, yang berdenah persegi, tidak lazim disbandingkan dengan bentuk arsitektur asli daerah lain dalam hal ini di dalamnya tidak disangga oleh tiang-tiang. Bubungan atap curam dengan atap jerami berketebalan kurang lebih 15 cm, menganjur ke dinding dasar yang menutup panggung setinggi sekitar satu meter setengah terbuat dari campuran lumpur, kotoran kerbau, dan jerami yang permukaannya halus dan dipelitur. Perlu tiga atau empat langkah untuk mencapai ke rumah bagian dalam (dalam bale) di atas panggung ini, yang ditutup dinding anyaman bamboo, dan sering kali dilengkapi dengan daun pintu ganda yang diukir halus. Anak laki-laki tidur di panggung di luar dalam bale; anak perempuan di dalamnya. Rumah bagian dalam berisi tungku di sisi sebelah kanan, dengan rak untuk mengeringkan jagung di atasnya. Di sisi sebelah kiri dibagi untuk kamar tidur bagi para anggota rumah tangga, berisi sebuah rumah tidur dengan rak langit-langit untuk menyimpan benda-benda pusaka dan berharga di atasnya. Bagian ini merupakan tempat untuk melahirkan anak. Kayu bakar disipan di bagian belakang rumah, dibawah panggung.
·         Kesenian Tradisional
A.    Bau Nyale
Bau Nyale adalah sebuah legenda dan bernilai sakral tinggi bagi suku Sasak. Tradisi ini diawali oleh kisah seorang putri Raja Tonjang Baru yang sangat cantik bernama Putri Mandalika. Karena kecantikannya itu, para putra raja memperebutkan untuk meminangnya. Jika salah satu putra raja ditolak pinangannya, maka akan timbul peperangan. Sang Putri Mandalika mengambil keputusan: pada tanggal 20 bulan kesepuluh ia menceburkan diri ke laut lepas. Dipercaya oleh masyarakat hingga kini bahwa Nyale adalah jelmaan dari Putri Mandalika. Nyale adalah sejenis binatang laut berkembang biak dengan bertelur, perkelaminan antara jantan dan betina. Upacara ini diadakan setahun sekali. Bagi masyarakat Sasak,nyale dipergunakan untuk bermacam-macam keperluan seperti santapan (emping nyale), ditaburkan ke sawah untuk kesuburan padi, lauk-pauk, obat kuat, dan lainnya yang bersifat magis sesuai dengan keyakinan masing-masing. Upacara Rebo Bontong dimaksudkan untuk menolak bala (bencana atau penyakit), dilaksanakan setiap tahun sekali tepat pada hari Rabu minggu terakhir bulan Safar. Menurut kepercayaan masyarakat Sasak, hari Rebo Bontong merupakan puncak terjadi Bala (bencana atau penyakit), sehingga sampai sekarang masih dipercaya untuk memulai suatu pekerjaan tidak diawali pada hari Rebo BontongRebo dan Bontong berarti “putus” sehingga bila diberi awalan pe menjadi “pemutus”. Upacara Rebo Bontong ini sampai sekarang masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan Pringgabaya.

B. Slober
Kesenian slober alat musik tradisional Lombok yang tergolong cukup tua. Alat-alat musiknya sangat unik dan sederhana yng terbuat dari pelepah enau dengan panjang 1 jengkal dan lebar 3 cm. Kesenian sloberdidukung juga dengan peralatan yang lainnya yaitu gendang, petuq, rincik, gambus, seruling. Namaslober diambil dari salah seorang warga desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela yang bernama Amaq Asih alias Amaq Slober. Kesenian ini salah satu kesenian yang masih eksis sampai saat ini yang biasanya dimainkan pada setiap bulan purnama.

C. Lomba Memaos
Lomba Memaos atau lomba membaca lontar merupakan lomba menceritakan hikayat kerajaan masa lampau. Satu kelompok pepaos terdiri dari 3-4 orang: satu orang sebagai pembaca, satu orang sebagai pejangga, dan satu orang sebagai pendukung vokal. Tujuan pembacaan cerita ini untuk mengetahui kebudayaan masa lampau dan menanamkan nilai-nilai budaya pada generasi penerus.

D. Periseian
Periseian adalah kesenian beladiri yang sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan kuno di Lombok. Awalnya adalah semacam latihan pedang dan perisai sebelum berangkat ke medan pertempuran. Pada perkembangannya hingga kini, senjata yang dipakai berupa sebilah rotan dengan lapisan aspal dan pecahan kaca yang dihaluskan, sedangkan perisai (ende) terbuat dari kulit lembu atau kerbau. Setiap pemain atau pepadu dilengkapi dengan ikat kepala dan kain panjang. Kesenian ini tak lepas dari upacara ritual dan musik yang membangkitkan semangat untuk berperang. Pertandingan akan dihentikan jika salah satu pepadu mengeluarkan darah atau dihentikan oleh juri. Walau perkelahian cukup seru bahkan tak jarang terjadi cidera hingga mengucurkan darah di dalam arena., tetapi di luar arena para pepadumenjunjung tinggi sportifitas dan tidak ada dendam di antara mereka. Inilah pepadu Sasak. Festivalperiseian diadakan setiap tahun di Kabupaten Lombok Timur dan diikuti oleh pepadu sepulau Lombok.

E. Begasingan
Begasingan merupakan salah satu permainan yang memunyai unsur seni dan olahraga, permainan yang tergolong cukup tua di masyarakat Sasak. Begasingan ini berasal dari dua suku kata, yaitu gang dansing; gang artinya “lokasi”, sing artinya “suara”. Seni tradisional ini mencerminkan nuansa kemasyarakatan yang tetap berpegangan kepada petunjuk dan aturan yang berlaku di tempat permainan itu. Nilai-nilai yang berkembang di dalamnya selalu mengedepankan rasa saling menghormati dan rasa kebersamaan yang cukup kuat serta utuh dalam melaksanakan suatu tujuan di mana selalu menjunjung tinggi nilai-nilai luhur. Permainan ini biasanya dilakukan semua kelompok umur dan jumlah pemain tergantung kesepakatan kedua belah pihak di lapangan.

F Bebubus Batu
Bebubus Batu masih dilaksanakan di Dusun Batu Pandang, Kecamatan Swela. Bebubus Batu berasal dari kata bubus, yaitu sejenis ramuan obat terbuat dari beras dan dicampur dengan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan, dan batu, yakni batu tempat untuk melaksanakan upacara yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Prosesi acara ini dipimpin oleh pemangku yang diiringi oleh kiai. Penghulu dan seluruh warga dengan menggunakan pakaian adat membawa sesajen (dulang) serta ayam yang akan dipakai untuk melaksanakan upacara. Upacara Bebubus Batu dilaksanakan setiap tahunnya yang dimaksudkan adalah untuk meminta berkah kepada Sang Pencipta.



G. Tandang Mendet
Tandang Mendet merupakan tarian perang. Tari ini telah ada sejak zaman kejayaan Kerajaan Selaparang yang menggambarkan keprajuritan. Tarian ini dimainkan oleh belasan orang yang berpakaian lengkap dengan membawa tombak, tameng, kelewang (pedang bersisi tajam satu), dan diiringi dengan gendangbeleq serta syair-syair yang menceritakan tentang keperkasaan dan perjuangan. Tarian ini masih dilaksanakan di Sembalun.

h. Sabuk Belo
Sabuk Belo adalah sabuk yang panjangnya 25 meter dan merupakan warisan turun temurun masyarakat Lombok khususnya yang berada di Lenek Daya. Sabuk Belo biasanya dikeluarkan pada saat peringatan Maulid Bleq bertepatan dengan 12 Rabiul Awal tahun Hijriah. Upacara pengeluaran Sabuk Bleq ini diawali dengan mengusung keliling kampung secara bersama-sama yang diiringi dengan tetabuhan gendang beleq yang dilanjutkan dengan praja mulud dan diakhiri dengan memberi makan kepada berbagai jenis makhluk. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, upacara ini dilakukan sebagai simbol ikatan persaudaraan, persahabatan, persatuan dan gotong royong serta rasa kasih sayang di antara makhluk Tuhan.

I. Gendang Beleq
Gendang Beleq merupakan pertunjukan ensembel di mana alat perkusi gendang besar memainkan peran utamanya. Ada dua buah jenis gendang beleq, yaitu gendang mama (laki-laki) dan gendang nina(perempuan), berfungsi sebagai pembawa dinamika. Sebuah gendang kodeq (gendang kecil), dua buah reog sebagai pembawa melodi (yang satu reog mama, terdiri atas dua nada; dan reog nina, yakni perembak beleq yang berfungsi sebagai alat ritmis), delapan buah perembak kodeq (paling sedikit enam buah dan paling banyak sepuluh, berfungsi sebagai alat ritmis), sebuah petuk sebagai alat ritmis, sebuah gong besar sebagai alat ritmis, sebuah gong penyentak sebagai alat ritmis, sebuah gong oncersebagai alat ritmis, dan dua buah bendera maerah atau kuning yang disebut lelontek.
Menurut cerita, gendang beleq dulu dimainkan bila ada pesta-pesta kerajaan. Bila terjadi perang berfungsi ia sebagai komandan perang, sedang copek sebagai prajuritnya. Bila datu (raja) ikut berperang, maka payung agung akan digunakan. Sekarang, fungsi payung ini ditiru dalam upacara perkawinan.
Gendang Beleq dapat dimainkan sambil berjalan atau duduk. Komposisi musiknya bila dilakukan dalam keadaan berjalan maka memunyai aturan tertentu; berbeda dengan posisi duduk yang tidak memunyai aturan. Pada waktu dimainkan, pembawa gendang beleq akan memainkannya sambil menari, demikian juga pembawa petukcopek, dan lelontok.





No comments:
Write comments

Komentar yang mengandung unsur kebencian, sara, spam, pornografi & ras akan diblokir dan dihapus secara permanen.
Hak cipta dilindungi, cantumkan sumber jika akan copy paste.
Terimakasih

Follow Us